Datang langsung (dengan perjanjian):
Ruko Panbil blok C No.12B, Muka Kuning.
Sebenarnya sudah cukup lama banyak pertanyaan ke saya mengenai konon adanya cara cepat untuk mengumpulkan kekayaan berupa emas, melalui gadai emas ke perusahaan pegadaian maupun perbankan. Karena banyaknya pertanyaan tersebut, maka jawaban saya lebih baik saya tulis secara umum agar tidak setiap saat saya harus menjelaskan hal yang sama – ke pembaca-pembaca setia web ini. Saya sendiri jujur tidak tertarik untuk mempelajari trik-trik untuk cepat kaya ini, jadi mohon maaf bila jawaban saya kurang detil. Pengetahuan saya sebatas apa yang disampaikan oleh penanya yang pada umumnya mengungkapkan bahwa cara untuk cepat memiliki emas dalam jumlah besar dengan harga beli yang katanya hanya sepertiga harga pasar adalah sebagai berikut : Pertama membeli emas dengan harga normal, kemudian menggadaikannya untuk memperoleh cash 80% dari harga beli emas pertama. Setelah ditambah 20% tambahan modal, maka uang gadai yang diterima cukup untuk membeli emas yang kedua dst. Begitu seterusnya sampai suatu titik dimana emas yang dibeli tidak digadaikan lagi, tetapi dijual untuk menebus emas-emas yang digadaikan di awal. Teorinya keuntungan akan diperoleh ketika emas naik 30% sedangkan pinjaman dari pegadaian atau bank syariah tetap/tidak naik, diluar biaya penitipan, admin dlsb. Asumsi pertama bahwa emas akan naik 30% sebenarnya tidak terlalu meleset karena memang appresiasi harga emas rata-rata tahunan dalam 40 tahun terakhir mencapai 31 %; yang perlu diingat adalah angka tersebut adalah rata-rata 40 tahun, atau rata-rata jangka panjang. Semakin pendek periode, semakin tidak pasti kenaikan ini. Pengunjung mencari info tentang :cara memutar uang pinjaman bankcara memutar uang dengan emasbeli dinar di pegadaiancara memutarkan uang pinjaman dari bankcara menjadi kaya dengan emascara memutar uang dengan cepatcara memutar uang di bankmemutar uang dengan cepatcara mengumpulkan emasmutar duit dengan emas batangan
Sebenarnya saya enggan menulis perbandingan hasil investasi dari ketiga produk ini, yaitu asuransi, deposito dan Dinar emas karena takutoversell Dinar terhadap produk-produk lainnya. Namun karena baik asuransi maupun deposito adalah dari industri yang sudah matang dan sudah sangat baik penetrasinya di pasar, saya pikir tidak akan mengurangi pangsa pasar mereka sedikitpun bila sebagian kecil masyarakat – mulai melirik atau mengalihkan sebagian investasinya di Dinar. Untuk membuat perbandingan yang adil, data saya ambilkan dari data riil yang benar-benar bisa masyarakat peroleh dan uji di pasar. Untuk contoh aplikasi asuransi saya ambilkan dari penawaran resmi cabang syariah dari perusahaan asuransi yang tergolong terbaik di dunia apalagi di Indonesia. Untuk produk deposito saya ambilkan dari simulasi salah satu Bank Syariah kenamaan di Indonesia dalam situs resminya. Untuk Dinar, harga disimulasikan menggunakan statistik harga selama 40 tahun dari Kitco. Dari data-data tersebut, angka yang saya ambil sebagi pembanding adalah sebagai berikut : Untuk asuransi dari tiga scenario hasil investasi 6%, 12% dan 18 % ; saya ambil yang tengah 12 %. Untuk deposito saya ambil bagi hasil bersih setelah pajak yang jatuh pada angka rata-rata 8%. Untuk Dinar saya ambil dari rata-rata appresiasi nilai emas per tahun dari statistik 40 tahun Kitco, yaitu pada angka 31%/tahun. Kemudian dana yang diinvestasikan sama yaitu flat Rp 500,000 per bulan sampai 12 tahun yang akan datang. Setelah itu berhenti dan dibiarkan hasil investasinya terus tumbuh sampai 8 tahun kemudian – total periode 20 tahun. Pola investasi ini mengikuti pola pembayaran premi asuransi, yang lain (deposito & Dinar) dasamakan polanya agar bisa disandingkanapple to apple. Hasil dari perbandingan ini saya sajikan dalam grafik logaritmik diatas, masing-masing dengan kekurangan / kelebihan sebagai berikut : Asuransi Untuk produk asuransi, di tahun-tahun awal total nilai investasi (pokok dan hasil investasi) masih sangat rendah, dugaan saya karena besarnya biaya akuisisi yang dibebankan ke premi yang kita bayarkan. Saya tahu biaya akuisisi asuransi ini bisa sangat tinggi di tahun-tahun awal bahkan melebihi 50% dari premi yang kita bayarkan. Biaya akusisi ini selain dalam bentuk komisi keagenan; juga biaya –biaya lain untuk insentif para agen dan sales team lainnya. Tidak jarang kita baca pengumuman di media ; sekian ratus agen dari perusahaan asuransi x rame-rame tour ke luar negeri misalnya. Bahkan konon dengan bangganya ada perusahaan asuransi yang sampai mencarter pesawat untuk meng-entertain para agen dan sales team-nya ini tour ke luar negeri. Pertanyaannya adalah siapa yang membayar ?; itulah bagian dari premi yang kita bayarkan yang terkonsumsi untuk apa yang disebut biaya akuisisi. Tidak heran bila dengan berinvestasi Rp 500,000 per bulan setelah 10 tahun pokok investasi kita seharusnya sudah mencapai Rp 60 juta; tetapi di penawaran asuransi yang ada di saya nilai investasi (pokok +hasil investasi) baru mencapai sekitar 58 juta. Kemana pokok investasi dan hasil investasi kita yang disimulasikan 12 % ?; ya kepotong biaya akusisi tersebut diatas. Jadi kelemahan mendasar pada produk-produk investasi berbasis asuransi adalah biaya akuisisi ini; lain produk lain pula struktur biayanya. Oleh karenanya bila kita hendak membeli produk asuransi, tidak ada salahnya kita cecer agen untuk men-declare struktur biaya yang akan menjadi beban kita ini. Namun keunggulan asuransi juga ada, yaitu kalau kita meninggal sewaktu-waktu – meskipun baru membayar premi sekali, kita dapat memperoleh santunan dari dana tolong-menolong atau di syariah disebut dana tabarru’. Kalau saya sendiri, memilih asuransi yang khusus untuk cover risiko saja yang preminya jauh lebih murah. Nama produk ini macam-macam tergantung bagaimana perusahaan menamaknannya, namun secara umum nama generik produk semacam ini biasa disebut Term-Life. Deposito Deposito (yang syariah tentunya) adalah investasi yang simple dan straight forward; meskipun tingkat bagi hasil bersih rata-rata disimulasikan lebih rendah dari asuransi (hanya 8% dalam contoh perbandingan ini) , nilai investasi kita (pokok plus bagi hasil) sampai periode tertentu akan lebih besar dari nilai investasi kita di asuransi. Dalam contoh diatas, setelah 10 tahun ketika nilai investasi asuransi baru mencapai sekitar Rp 58 juta; nilai deposito kita – dengan jumlah tambahan investasi yang sama Rp 500,000/bulan – sudah mencapai Rp 92 juta !. Mengapa ada perbedaan hasil yang menyolok dengan asuransi ?, karena di bank tidak ada biaya akuisisi yang besar seperti biaya akuisisinya produk asuransi. Namun deposito memang tidak diperuntukkan sebagi proteksi kalau terjadi sesuatu terhadap kita; untuk ini kita tetap perlu membeli produk asuransi – ya yang preminya murah dan untuk cover risiko saja – Term-Life tersebut diatas. Dinar Dinar adalah emas, oleh karenanya mengalami appresiasi sebagaimana halnya emas. Dalam 40 tahun terakhir emas mengalami appresiasi rata-rata 31 % per tahun. Jadi dengan dana yang sama Rp 500,000 yang kita belikan Dinar per bulan (karena pecahan, bisa pakai M-Dinar !) maka setelah 10 tahun nilai Dinar yang kita miliki menjadi sekitar Rp 269 juta !; jauh melebihi deposito apalagi dana asuransi. Perbedaan ini menjadi sangat jauh lagi ketika kita lihat pada akhir periode investasi 20 tahun. Setelah 20 tahun, uang yang kita taruh di asuransi tersebut diatas menjadi Rp 162 juta ; yang kita taruh deposito menjadi Rp 224 juta dan yang kita jadikan Dinar menjadi Rp 4.1 milyar !. Mengapa demikian menyolok perbedaannya ?. Bila deposito terkadang tumbuh dibawah inflasi (contoh tahun lalu, deposito 8 %, Inflasi 11 %); investasi asuransi tergerus biaya akuisisi ; Dinar selalu berada diatas inflasi dan tidak terkena biaya akuisisi yang besar. Inilah keunggulan investasi Dinar. Kelemahannya bukannya tidak ada, ada juga – yaitu untuk jangka pendek bisa saja appresiasi ini bernilai negatif atau harga Dinar turun; seperti yang terjadi dalam enam bulan terakhir. Jadi dari ketiga produk tersebut, saya sendiri menggunakan ketiganya (tidak persis sama dengan produk yang saya ulas tetapi sejenis) dengan komposisi sebagai berikut : 1). Untuk proteksi kalau terjadi sesuatu sama saya; saya membeli produk asuransi Term-Lifedari perusahaan asuransi yang terkenal/ bonafit. 2). Untuk keperluan dana jangka pendek, kurang dari enam bulan – saya gunakan produk-produk perbankan seperti deposito dan tabungan dari bank-bank nasional terbaik. 3). Untuk investasi jangka panjang saya gunakan Dinar dan usaha-usaha sector riil yang produktif. Untuk mendisiplinkan pola investasi saya sendiri, selain tiga hal yang saya lakukan tersebut, ada tiga hal pula yang tidak saya lakukan, yaitu : 1). Tidak menaruh dana investasi di asuransi (kecuali hanya premi untuk Term-Life saja). 2). Tidak menaruh dana investasi jangka panjang (lebih dari 6 bulan) di deposito, tabungan dan sejenisnya. 3). Tidak menaruh dana untuk kebutuhan jangka pendek (kurang dari 6 bulan) di Dinar. Mudah-mudahan analisa saya ini analisa yang adil, tidak melebih-lebihkan yang satu terhadap yang adil dan dapat memberi manfaat atau guidance yang objektif bagi masyarakat awam kaya saya. Wa Allahu A’lam.
Di dunia yang didominasi oleh uang Fiat murni sejak Agustus 1971, uang emas menjadi seperti isi lagu tahun 1980-an – dibenci namun pada saat yang bersamaan juga banyak dirindukan. Uang emas dibenci oleh bank-bank sentral dunia dengan alasan yang tidak jelas – konon kalau uang emas dibiarkan exist – uang fiat akan kelihatan tidak bernilainya. Bahkan bukan hanya dibenci, dalam Article of Agreement of the IMF ada larangan bagi negara-negara anggotanya untuk menggunakan emas sebagai dasar nilai tukar uangnya (Article IV, Section 2. B). Lantas siapa yang merindukan uang emas ?, bagi kita umat Islam – uang emas ini bukan hanya sekedar uang untuk kepentingan transaksi, tetapi juga sebagai alat untuk implementasi beberapa ketentuan syariah seperti nishab zakat, nishab hukuman bagi pencuri, nilai uang diyat dlsb. Jadi kita tentu merindukan kehadiran uang yang adil ini.