Ketika Fatwa MUI no 1 tahun 2004 tentang bunga bank riba dikeluarkan, saat itu saya masih aktif sebagai salah satu eksekutif di perusahaan yang berhubungan langsung dengan fatwa ini. Sebelum adanya fatwa ini keharaman bunga bank memang masih banyak diperdebatkan, organisasi masa Islam yang besar-besar pun saat itu belum menyatakan bahwa bunga bank adalah riba. Tetapi setelah adanya fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa – Majelis Ulama Insonesia – yang mewakili seluruh elemen penting umat Islam negeri ini – maka menurut saya sudah tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan, tinggal tantangannya adalah bagaimana kita bisa mengikuti fatwa para ulama ini dengan mencari solusinya.
Karena isi dari fatwa tersebut diatas tidak hanya terbatas pada produk-produk perbankan tetapi juga menyangkut seluruh produk-produk institusi keuangan lainnya, lantas bagaimana para eksekutif dan karyawan perbankan serta industri keuangan lainnya merespon fatwa ini ?. Secara umum saat itu saya berusaha memetakannya kedalam empat kelompok yang merespon-nya secara berbeda.
Kelompok pertama adalah kelompok yang tidak tahu atau tidak mau tahu tentang adanya fatwa tersebut diatas – bagi kelompok ini, ada atau tidak adanya fatwa riba ini tidak berpengaruh sama sekali terhadap pekerjaannya hingga kini. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang tahu ada fatwa ini – tetapi mereka merasa ‘lebih tahu’ tentang haram tidaknya bunga bank – maka bagi kelompok yang kedua ini fatwa diatas juga tidak berpengaruh pada pekerjaannya.
Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang menerima fatwa tersebut dan berusaha mentaatinya – hanya tidak atau belum tahu harus bagaimana. Kelompok yang keempat adalah kelompok yang menerima fatwa tersebut dan mulai membuat rencana-rencana bagaimana menjauhi riba dalam kehidupan modern yang bentuk-bentuk ribanya sudah sangat sophisticated ini. Untuk kelompok ketiga dan keempat inilah tulisan ini saya buat, mudah-mudahan bermanfaat.
Pasca keluarnya fatwa tersebut diatas, saya juga berusaha memetakan lebih jauh lagi seperti apa sesungguhnya riba yang mengepung kehidupan kita sehari-hari ini – bukan hanya mengepung para eksekutif dan pekerja di perbankan dan industri keuangan lainnya, tetapi mengepung seluruh masyarakat pekerja. Kepungan riba atau saya sebut sebagai lingkaran riba ini dapat dilihat pada ilustrasi dibawah ini. Lingkaran merah adalah ribanya, sedangkan garis-garis putih adalah celah-celah dimana kita bisa (berusaha) keluar dari lingkaran riba ini. Anda bisa perhatikan bahwa celah ini begitu kecil untuk menunjukkan betapa susahnya keluar dari lingkaran riba itu sekarang.
Melihat betapa sulitnya kita keluar dari lingkaran riba di jaman ini, maka sangat bisa jadi jaman ini adalah jaman yang sudah dikabarkan ke kita oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melalui haditsnya :
“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya” (HR Ibnu Majah, HR Sunan Abu Dawud, HR. al-Nasa’i dari Abu Hurairah).
Baca Selengkapnya »Keluar Dari Lingkaran Riba : Sulit Tetapi Harus Terus Diupayakan