Lompat ke konten
Home » Dinaria Episode 008 : Membangun Karakter Melalui Makanan

Dinaria Episode 008 : Membangun Karakter Melalui Makanan

Ketika negeri Dinaria terbentuk oleh keinginan bersama rakyat dunia, negeri-negeri geografis yang ada di dunia sedang berada pada puncak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya –  tetapi mereka juga sedang berada dalam titik nadir dalam hal karakter rakyat dan para pemimpinnya. Kebrutalan, keserakahan, kecurangan, korupsi, ketidak adilan, jual beli hukum dan sejenisnya menjadi hal yang lumrah di masyarakat saat itu. Hadirnya Sang Pemimpin yang menerapkan Undang-Undang dari Sang Pencipta langsung menjadi harapan baru, tetapi dari mana mulai membangun kembali karakter umat yang lagi luluh lantak ini ?

Selain system hukum, ekonomi, pendidikan, politik, pemerintahan dan lain sebagainya yang pada waktunya akan diceritakan secara detil, Sang Pemimpin ingin memulai dengan hal yang relatif lebih ringan tetapi berdampak luar biasa pada karakter bangsa baru yang sedang dibangunnya, mulai dari kepentingan semua rakyatnya, yaitu dari makanannya.

Kebrutalan dan keserakahan rakyat dunia ternyata tidak terlepas dari kebiasaan makan rakyat dunia ketika berada di titik nadir tersebut diatas. Kebiasaan buruk ini terkait dengan cara perolehan makanan, distribusi makanan, jenis makanannya itu sendiri sampai frekwensi berapa kali makan dalam seharinya.

Cara perolehan makanan yang buruk yang tidak halal menghasilkan anak-anak yang sulit dididik. Anak-anak yang sulit dididik ini ketika dewasa akan memperburuk tabiat dalam perolehan makanannya – lebih buruk dari orang tuanya, otomatis anak-anak mereka akan lebih buruk lagi dan seterusnya. Tanpa upaya membalik arah cara-cara perolehan makanan maka generasi demi generasi akan terus mengalami degradasi karakter. Pengawasan pasar dan perilaku pelaku ekonomi menjadi solusi untuk ini.

Distribusi pangan yang tidak adil di seluruh dunia menyebabkan sebagian wilayah dunia sangat kekurangan, sedangkan di wilayah lain berlebihan. Ini menjadi sumber ekploitasi si miskin oleh si kaya. Solusinya negeri baru membentuk badan yang mengelola distribusi pangan ini secara adil, kelebihan produksi dari satu wilayah dibeli dengan harga yang baik oleh negara dan didistribusikan ke daerah yang kekurangan juga dengan harga yang baik.

Jenis-jenis atau bahan makanan yang dimakan oleh rakyat menjadi perhatian khusus di negeri baru Dinaria. Hal ini dilandasi oleh bukti-bukti yang kuat bahwa karakter manusia sangat dipengaruhi oleh apa yang dimakannya. Beberapa jenis makanan (dan minuman termasuk) bahkan dilarang untuk diproduksi dan dijual di seluruh negeri.

Lebih jauh pemimpin negeri memfasilitasi segala bentuk penelitian dan pengembangan jenis-jenis makanan yang akan berdampak positif pada perilaku manusia yang memakannya. Selanjutnya hanya makanan-makanan yang terbukti  berdampak positif ini yang boleh diproduksi dan disebarluaskan di masyarakat.

Melalui kampanye pemahaman yang luas tentang dampak makanan ini pada perilaku,  saat itu di negeri Dinaria – orang membeli makanan bukan lagi karena rasanya yang enak ataupun harganya yang murah, tetapi pilihan pertamanya pada seberapa kuat pengaruh positifnya pada perilaku baru kemudian faktor rasa dan harga.

Baca Selanjutnya
Dinaria Episode 003 : Kabinet 7 Menteri dan Lahirnya Nama Negeri

Masih terkait dengan makanan, Sang Pemimpin dengan bantuan para ahli juga menemukan bahwa masyarakat dunia sebelumnya yang selama beratus tahun mempunyai kebiasaan makan sehari tiga kali adalah tidak ada dasarnya. Bahkan kebiasaan makan tiga kali sehari ini menghasilkan generasi yang tidak sehat karena tiga kali sehari perut diisi secara penuh.

Undang-Undang yang sangat detil dari Sang Pencipta mengatur kegiatan makan minum ini dikaitkan langsung dengan kegiatan peribadatan. Makanan yang sifatnya fisik menjadi terkait langsung dengan ‘makanan’ yang sifatnya rohani. Bahkan urutannya-pun diatur sedemikian rupa sehingga yang rohani didahulukan sebelum yang fisik.

Dengan pengaturan yang mengituti Undang-Undang ini, maka frekwensi makan bukan lagi tiga kali sehari tetapi lima kali sehari dan dilakukan setelah melaksanakan peribadatan wajib  yang memang juga harus dilakukan lima kali sehari.

Dengan frekwensi makan yang lima kali sehari ini membuat manusia tidak perlu makan sampai kenyang setiap kali makan, makan secukupnya dan berhenti sebelum kenyang – toh nanti sebelum lapar sudah jatuh waktunya untuk jadwal makan yang berikutnya. Dengan pola makan yang demikian ruang di dalam perut selalu terjaga seimbang dan umat manusia menjadi selalu dalam kondisi fit untuk berbagai tugas yang diembankannya.

Revolusi makanan dan pola makan inilah nantinya yang antara lain ikut menjadi faktor pembeda dan menjadi pendorong keunggulan penduduk negeri Dinaria dibandingkan dengan penduduk negeri-negeri geografis  – yang semakin tertinggal seiring dengan kemajuan negeri baru ini.

Tag:
Malcare WordPress Security