Lompat ke konten
Home » Wabah dan Penyakit Kronis Finansial

Wabah dan Penyakit Kronis Finansial

Ketika Anda terkena flu dan bersin di ruang publik, besar kemungkinan kerumunan orang di sekitar Anda akan ikut terkena flu. Seperti inilah situasi pasar financial global di era teknologi informasi. Eropa yang bersin-bersin beberapa tahun ini – terakhir hari-hari ini Ukraina – bisa membuat negara-negara dalam ‘kerumunan’nya ikut terkena flu. Sama dengan ketika Thailand bersin di tahun 1997 , yang kemudian terkena ‘sakit flu parah’ malah Indonesia. Bagaimana wabah ini menyerang urusan finansial Anda dan bagimana Anda bisa menghindarinya ?

Rata-rata orang Indonesia mengalami dampak ‘flu berat’ Indonesia pada tahun 1997 tersebut. Penghasilan kita bila dinilai dalam mata uang Dollar atau dinilai dengan emas saat itu terpotong sampai kisaran 75 %. Tidak semua terkena memang, sama dengan dalam setiap wabah penyakit – orang yang fit kondisinya dia bisa saja selamat dari serangan wabah yang hebat sekalipun.

Siapa orang-orang yang fit dan terbebas dari wabah finansial tersebut ?, dari pengalaman tahun 1997 kita tahu bahwa mereka yang fit ini adalah mereka-mereka yang mayoritas assetnya berupa benda riil atau terkait langsung dengan benda riil yang dimiliki atau dihasilkannya.

Petani kakao, cengkeh, kopi, sawit dlsb. yang orientasi produknya untuk ekspor menjadi orang-orang yang beruntung saat itu. Dalam nilai Dollar penjualan ekspor mereka tidak mengalami perubahan, namun karena Rupiah yang merosot tinggal ¼-nya membuat income mereka melonjak 4 kalinya dalam Rupiah.

Kelompok pegawai adalah yang paling rentan dalam menghadapi wabah financial seperti yang terjadi pada krismon 1997 tersebut. Pertama gaji mereka tidak mengalami banyak perubahan, sementara barang-barang kebutuhan apalagi yang mengandung komponen impor melonjak harganya.

Kedua jerih payah mereka bertahun-tahun yang tersimpan dalam asuransi, dana pensiun, tunjangan hari tua dlsb. tergerus nilainya tinggal seperempatnya. Ibarat bongkahan batu karang, krismon 1997 adalah ombak besar yang menghanyutnya ¾ bongkahan batu karang tersebut. Kemudian sisa yang ¼-nya terkikis secara perlahan tetapi pasti oleh apa yang disebut inflasi !.

Penyakit kronis yang bernama inflasi ini-pun juga tidak kalah dasyatnya dalam menggerogoti asset dan penghasilan pegawai.

Selama sepuluh tahun terakhir saja  harga barang-barang secara umum di Indonesia naik sebesar 90 %, artinya bila akhir tahun 2004 sebuah barang harganya 100, akhir 2013 harga barang tersebut menjadi 190. Harga makanan lebih menyolok lagi, yaitu bahan makanan yang berharga 100 pada akhir 2004, menjadi 253 pada akhir 2013.

Inflasi 2005-20013 (BPS)

Lantas bagaimana kita semua bisa melindungi asset dan penghasilan kita dari wabah finansial dan penyakit kronis inflasi tersebut ? Asset-asset riil umumnya bisa melindungi kita dari wabah maupun  penyakit kronisnya.

Emas atau Dinar yang dalam beberapa bulan terakhir banyak dihindari orang justru ketika harganya lagi murah, sebenarnya malah terbukti selama 10 tahun terakhir mampu mengungguli seluruh inflasi harga-harga umum maupun harga makanan. Emas Anda yang berharga 100 pada akhir tahun 2004, menjadi 408 pada akhir 2013 !

Baca Selanjutnya
Emas dan Perang

Kenaikan Harga-Harga 2005-2013

Maka saya mengulangi statement saya di tulisan sebelumnya, bahwa saat terbaik untuk melakukan investasi adalah justru ketika orang kebanyakan rame-rame sedang melupakannya. Statistik yang loud and clear tersebut di atas, bisa menjadi dasar bagi yang berinvestasi karena memang tahu – dan bukan karena ikut-ikutan. InsyaAllah.

 

Malcare WordPress Security