Lompat ke konten
Home » G-20

G-20

Harga Emas/Dinar: 2010 Review & 2011 Outlook

2010 baru saja berlalu dan kini kita melangkah ke 2011. Bagi yang mempersepsikan emas atau Dinar sebagai investasi, 2010 adalah tahun yang menggembirakan karena emas atau Dinar mengalami appresiasi nilai sekitar 23 % dalam Rupiah atau sekitar 3.5 kali hasil deposito atau tabungan. Akhir tahun 2009 lalu harga Dinar ditutup di angka Rp 1,444,040  sedangkan akhir tahun 2010 Dinar ditutup pada harga Rp 1,777,760,-. Dalam US$ kenaikan ini lebih menyolok lagi karena harga emas Dunia akhir 2009 adalah US$ 1,087.50 sedangkan akhir 2010 harga emas ini ditutup pada angka US$ 1,421.60 atau mengalami peningkatan sekitar 30%.

Diantara penyebab kenaikan harga emas dunia tersebut yang bersifat sangat fundamental adalah apa yang dilakukan oleh bank central-nya Amerika atau the Fed, dengan perilaku kontroversialnya dalam mencetak uang dari awang-awang atau yang disebut quantitative easing. Kenaikan harga emas 2010 masih terkait langsung dengan dampak quantitative easing 1 yang dilakukan Amerika sejak November 2008. Saat itu mereka mulai ‘mencetak uang’ US$ 600 milyar untuk membeli apa yang disebut Mortgage-Backed Securities (MBS) dan berbagai bentuk surat hutang lainnya, namun karena kompleksitas problem negeri itu angka ini menggelembung sampai US$ 2.1 trilyun pertengahan tahun 2010.

Angka yang US$ 2.1 trilyun tersebut seharusnya menurun bila ekonomi negeri itu berhasil dipulihkan, namun kenyataannya kemudian di bulan November 2010 the Fed-nya negeri itu mengumumkan lagi akan dilakukannya quantitative easing 2  yang akan diimplementasikan hingga pertengahan 2011. Belajar dari quantitative easing 1 yang dampaknya terhadap kenaikan harga emas berlanjut sampai 2 tahun kemudian, maka dampak dari implementasi quantitative easing 2 juga sangat mungkin akan mendongkrak harga emas di tahun 2011 atau bahkan sampai 2012 nanti.

Baca Selengkapnya »Harga Emas/Dinar: 2010 Review & 2011 Outlook

Penyakit Financial Kambuhan : Ketika Liquidity Menyaru Solvency Dan Competency

Sebelum saya menguraikan lebih jauh tentang krisis financial kambuhan yang (berpotensi) melanda dunia (lagi), terlebih dahulu saya perkenalkan tiga istilah seperti di judul tulisan ini yaitu liquidity, solvency dan competency. Yang saya maksud dengan liquidity disini adalah ketersediaan asset yang mudah dikonversi menjadi cash atau tunai. Solvency adalah kemampuan yang cukup untuk membayar biaya-biaya dan hutang-hutang. Sedangkan Competency adalah kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan dengan standar yang diperlukan.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka bisa saja kita memiliki uang tunai banyak (liquid), tetapi bila seluruh uang dan asset kita tidak cukup untuk membayar kebutuhan dan hutang-hutang – maka kita disebut tidak solvent atau insolvent. Bisa pula terjadi, uang tunai tersedia banyak – tetapi kita  tidak bisa mengelola uang tersebut secara memadai untuk mengatasi berbagai persolan rumah tangga kita, atau uang tersebut bukan hasil dari kemampuan kerja kita – maka kita disebut tidak competent atau incompetent.

Sekarang kita lihat dalam skala makro yaitu krisis keuangan global yang belum sembuh benar dari krisisnya dua tahun lalu dan kini sudah sangat kuat gejala-gejalanya untuk timbulnya krisis sejenis dalam waktu dekat. Bila sebuah penyakit sulit disembuhkan dan cenderung kumat lagi, (seolah) sembuh sebentar kemudian kumat lagi dan seterusnya. Apa kira-kira penyebabnya ?, kemungkinan besar penyakitnya sendiri yang memang membandel yaitu jenis penyakit mematikan yang tidak bisa disembuhkan atau dokternya yang salah diagnosa.

Untuk system keuangan kapitalis ribawi global saat ini,  nampaknya kombinasi dua hal tersebut yang terjadi. Pertama penyakit riba sendiri memang tidak bisa disembuhkan karena Allah sudah mengabarkan pasti dimusnahkannya riba (QS 2 : 276), kedua sangat bisa jadi para ‘dokter’nya system keuangan global tersebut telah salah mendiagnosa penyakit yang ada – sehingga penanganannya-pun tentu salah.

Tuduhan salah diagnosa ini juga tidak main-main, tuduhan ini datang pertama kali dari sesama ‘dokter’ keuangan kapitalis ribawi – karena sesama ‘dokter’ biasanya saling tahu ilmu sejawatnya – maka sangat bisa jadi tuduhan ini benar adanya. Salah diagnosa-nya ‘penyakit’ yang menimbulkan krisis keuangan global saat ini terungkap dari tuduhan blak-blakan yang dilontarkan oleh menteri keuangan Jerman Wolfgang Schauble atas tindakan yang dilakukan ‘sejawat’nya the Fed Chairman Ben Bernanke dari Amerika dalam forum G-20 belum lama ini.

Baca Selengkapnya »Penyakit Financial Kambuhan : Ketika Liquidity Menyaru Solvency Dan Competency

G-20 Memberikan Noise, The Fed Memberikan Signal

Dua pekan lalu saya menulis tentang hasil pertemuan tingkat menteri keuangan dan para gubernur bank sentral negara-negara G-20 yang telah memberikan noise pada pasar emas dunia. Seperti memberikan ‘angin surga’  hasil pertemuan para petinggi otoritas keuangan dunia tersebut sejenak meredam issue currency war yang semakin imminent saat itu.  Sejenak pula harga emas sempat turun karena dunia berharap bahwa currency war tidak terjadi. Namun realita yang terjadi kemudian ternyata sangat berbeda dengan apa yang dijanjikan oleh para petinggi keuangan G-20 tersebut, the Fed-nya Amerika bahkan memberikan signal dan bukan hanya noise – bahwa dideklarasikan ataupun tidak – perang mata uang itu sungguh terjadi.

Tindakan the Fed untuk mencetak uang dari awang-awang dengan bahasa kerennya Quantitative Easing (QE) sampai US$ 600 Milyar yang akan diimplementasikan sampai pertengahan tahun depan – adalah signal bahwa US$ akan terus dibuat melemah dalam waktu yang panjang. Mengapa ini bukan juga noise seperti yang dihasilkan oleh pertemuan petinggi keuangan G-20 ?. Disinilah bedanya.

Ketika para pejabat tinggi Negara-negara G-20 bertemu, mereka akan cenderung saling berkata manis satu sama lain – seolah-olah tidak ada masalah diantara mereka. Hasil pertemuan ha ha hi hi inilah yang kemudian disampaikan ke media bahwa mereka sepakat untuk berbuat ini – itu yang meredam isu perang mata uang misalnya. Media kemudian menyebar luaskan hasil pertemuan tersebut sebagai positif dlsb. Maka pasar-pun sesaat terpengaruh dan berharap banyak bahwa kesepakatan-kesepakatan tersebut benar adanya. Saya katakan sesaat karena setelah mereka tahu realitanya, situasi akan segera berbalik seperti setelah adanya keputusan the Fed tersebut. Karena dampaknya yang sesaat inilah maka hasil pertemuan-pertemuan G-20 tersebut saya kategorikan sebagai noise saja.

Baca Selengkapnya »G-20 Memberikan Noise, The Fed Memberikan Signal

G-20 & Gold : Yang Tersurat dan Yang Tersirat

Pertemuan para pemimpin dunia kelompok G-20 baru berlangsung akhir pekan lalu 26-27 Juni 2010 di Toronto, Canada. Di permukaan, pertemuan reguler dari para pemimpin dunia tersebut mengusung tema yang keren “Recovery and New Beginnings”. Itu setidaknya yang tersurat, lantas apa yang tersirat dari pertemuan tersebut ?.

Namanya juga tersirat – tidak tertulis hitam diatas putih – maka sifatnya multi tafsir. Bagi saya sendiri melihat temanya yang “Recovery and New Beginnings” ini menyiratkan bahwa sejak krisis berlangsung dua tahun lalu, berbagai pertemuan dalam berbagai tingkat belum berhasil membuat ekonomi dunia recover dan memulai hal yang baru – makanya baru berniat recover dan memulai yang baru sekarang.

Bila belajar dari  pertemuan sebelumnya dengan tema “Stability, Growth & Job” ; yang ternyata tidak memberi hasil yang diharapkan, karena tidak lama setelah pertemuan ini, justru guncangan demi guncangan malah menyusul seperti krisis di Dubai, Yunani, Portugal, Irlandia, Italy, Spanyol dlsb. – maka akankah dunia berharap hasil konkrit dari pertemuan –pertemuan semacam ini ?.

Baca Selengkapnya »G-20 & Gold : Yang Tersurat dan Yang Tersirat

Malcare WordPress Security