Lompat ke konten
Home » Dinaria Episod 007 : Mengurai Benang Kusut Kemiskinan

Dinaria Episod 007 : Mengurai Benang Kusut Kemiskinan

Setelah perjalanan panjang mengunjungi rakyatnya di lima benua, Sang Pemimpin merenung memikirkan apa saja yang baru ditemuinya. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, mengapa dalam abad yang paling pesat kemajuannya sepanjang sejarah peradaban manusia – justru jumlah orang miskin di dunia juga meningkat sangat pesat ?. Mengapa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu meredam kemiskinan ?.  Mengapa piramida kemiskinan semakin membengkak kebawah, sementara kelompok makmur di paling atas semakin kecil persentasenya tetapi semakin luar biasa kemakmurannya ?

Dilihatnya system yang menimbulkan pemiskinan global ini seperti benang yang sangat kusut, yang harus ditemukan ujung-ujung nya dahulu sebelum bisa diurai.  Maka dipanggillah tujuh orang menterinya untuk membantu memikirkan dan  menemukan ujung-ujung dari benang kusut ini.

Ujung pertama yang ditemukan adalah system uang kertas. Dalam banyak hal memang system ini memberikan kemudahan, namun karena pencetakannya yang tidak terkendali telah membuat hasil kerja keras rakyat di seluruh dunia menguap melalui proses yang namanya inflasi.  Bahkan pernah terjadi di abad yang lalu, nilai kekayaan 200 juta lebih penduduk suatu negeri – lenyap ¾-nya dalam krisis yang mereka sebut sebagai krisis moneter, yang membuat daya beli rata-rata uangnya tinggal seperempat  dari daya belinya sebelum krisis.

Untuk mengurai benang kusust pemiskinan yang disebabkan oleh uang kertas ini, maka uang dikembalikan ke asal uang berabad-abad sebelumnya. Uang dikembalikan ke komoditi riil yang membawa nilai intrinsik dan nilainya ditentukan berdasarkan mekanisme pembentukan harga di pasar sempurna.  Untuk mengatasi problem ketidakpraktisannya,  diberdayakan teknologi informasi dan mobile media yang memang sudah sangat maju saat itu dan terjangkau oleh nyaris seluruh penduduk bumi.

Ujung kedua yang ditemukannya adalah system pasar. Yang berkembang di abad lalu adalah pasar-pasar yang berbasis kapitalisme, yang mempunyai modal yang menguasai pasar. Yang kaya semakin kaya karena menguasai pasar, sebaliknya yang miskin tambah miskin karena tidak memiliki akses pasar.

Hanya ada satu – dua negara di abad lalu yang pandai memperjuangkan pasar bagi rakyatnya, maka rakyatnya menjadi makmur meskipun jumlahnya lebih dari satu milyar penduduk. Sebaliknya negara-negara yang tidak memperjuangkan pasar bagi rakyatnya, rakyatnya jatuh pada kemiskinan meskipun sumber daya yang dimilikinya melimpah.

Ujung ketiga adalah penguasaan sumber daya alam. Nyaris sumber-sumber daya alam paling penting dan paling tinggi nilainya dikuasi oleh perusahaan-perusahaan besar dunia dengan orientasi keuntungan maksimal bagi perusahaan tersebut. Banyak negara-negara yang seharusnya mampu memakmurkan rakyatnya dengan kekayaan alam yang dimilikinya, namun justru miskin karena nyaris segala bentuk kekayaan tersebut ‘tergadai’ dalam kontrak yang sangat panjang dengan para kapitalis.

Ujung keempat adalah kapitalisme ilmu dan teknologi. Banyak sekali temuan-temuan baru dibidang ilmu dan teknologi sepanjang abad lalu yang manfaatnya besar bagi peradaban manusia.  Namun sayangnya pengaturan property right, intellectual property , patent dlsb. membuat masyarakat seluruh dunia harus membayar kemajuan jaman tersebut ke segelintir orang saja di dunia.

Baca Selanjutnya
Dinaria Episode 003 : Kabinet 7 Menteri dan Lahirnya Nama Negeri

Bahkan karya agung Sang Pencipta berupa siklus bercocok tanam yang sudah beribu tahun dinikmati para petani ketika tanamannya memberikan hasil, sebagian dikonsumsi dan sebagiannya ditanam kembali untuk menghasilkan panenan berikutnya – siklus ini-pun diputus rantainya oleh patent kapitalisme, sehingga petani terpaksa membeli benih baru setiap kali mau bertanam.

Untuk mengatasi system pemiskinan yang keempat ini, Sang Pemimpin menyerukan agar seluruh rakyat yang berhasil menemukan hal-hal baru yang unggul dan bermanfaat bagi rakyat di dunia – melaporkan temuannya ke pemerintahan negeri baru.  Temuan mereka akan dihargai dan dibayar sesuai tingkat kemaslahatannya, kemudian temuan tersebut menjadi milik masyarakat untuk kesejahteraan mereka semua.

Ujung kelima adalah akses kapital.  Sepanjang abad lalu yang tumbuh menjadi sangat besar adalah institusi-institusi keuangan global seperti bank, asuransi, dana pensiun dlsb. Saking besarnya institusi-institusi keuangan tersebut, banyak diantara mereka yang memiliki turn-over melebihi anggaran belanja dan pendapatan negeri kecil di dunia.

Sayangnya akumulasi kapital yang bersumber dari bermilyar orang di dunia tersebut – hanya bisa di akses oleh sebagian kecil saja rakyat di dunia. Segelintir orang-orang super kaya di negeri tertentu bisa  menguasai lahan beribu-ribu hektar dan membangun beberapa kota dengan menggunakan uang masyarakat luas yang ada di bank, sementara mayoritas  rakyat tidak bisa mengakses modal yang terakumulasi tersebut karena konon mereka tidak bankable.

Ketimpangan dalam akses modal ini telah ikut menjadi penyulut api kehancuran negeri adikuasa ketika demonstran yang mewakili 99 % rakyat menduduki pusat bisnis kebanggaan mereka, dan menyerukan untuk memindahkan uang-uang rakyat dari bank-bank besar dunia ke koperasi atau credit union yang bisa mengelola uang rakyat untuk rakyat, bukan uang rakyat untuk para  konglomerat.

Berangkat dari lima ujung benang kusut yang berhasil ditemukan oleh Sang Pemimpin bersama para menterinya ini, pemerintahan negeri baru mulai satu demi satu menguraikan simpul-simpul kekusutannya dan memulai kerja keras yang panjang untuk memakmurkan rakyatnya. Dalam perjalanannya kedepan,  bisa jadi masih banyak ujung-ujung benang kusut lainnya yang juga perlu diurai, tetapi memulai dengan jumlah sedikit yang dikerjakan dengan konkrit dan sungguh-sungguh – akan lebih bermafaat dibandingkan dengan berjuta program kerja yang tidak kunjung dikerjakan.

Malcare WordPress Security